Selamat datang di Sohoplay
Sohoplay Drama kehidupan pria tampan yang tak berujung
Tentang Sohoplay
Drama pria tampan yang tak berakhir.


150+
15
Terpercaya
Populer
SOHOPLAY Ketampanan: Drama Pria Tampan yang Tak Berakhir
Prolog: Panggung yang Tak Pernah Tutup
Banyak orang mengira menjadi pria tampan adalah tiket emas menuju kehidupan yang santai dan bebas masalah. Mereka membayangkan hari-hari penuh pujian, kemudahan mendapatkan apa pun, dan spotlight yang selalu siap menerangi. Padahal, kenyataannya adalah sebaliknya. Menjadi tampan itu adalah pekerjaan full-time tanpa cuti, tanpa THR, dan tanpa hak untuk bad hair day.
Hidup kami, para pria yang dianugerahi keindahan visual di atas rata-rata, adalah sebuah lakon panggung yang tak pernah selesai, sebuah produksi drama yang bisa kita sebut SOHOPLAY Ketampanan. Setiap hari adalah opening night, dan kami adalah aktor utama yang lelah tapi harus tetap profesional.
Babak I: Persiapan Panggung yang Menghabiskan Waktu
Setiap bangun pagi, ritual kami jauh lebih rumit dari yang dibayangkan. Ini bukan sekadar mencuci muka dan sikat gigi. Ini adalah sesi make-up natural yang tak terlihat, wardrobe selection yang harus hati-hati agar tidak terlalu memprovokasi, dan memastikan aura ketampanan berada di level "menarik" bukan "mematikan".
Kami harus memilih pakaian dengan sangat teliti. Jika kami berpakaian terlalu rapi, orang akan bilang kami overdressed karena wajah kami sudah cukup 'ramai'. Jika kami berpakaian terlalu santai—katakanlah, kaus oblong bolong favorit—maka orang akan berdecak kagum, "Astaga, bahkan baju tidur pun terlihat seperti busana desainer di tubuhnya!"
Aku pernah iseng mencari cara agar tidak terlalu menarik perhatian. Aku bahkan mencoba gaya berpakaian seadanya ala backstage Soho Theatre—jaket kusam, topi lusuh, dan sandal jepit swallow. Hasilnya? Malah dibilang, "Wah, bahkan gaya SOHOPLAY saat istirahat pun keren! Dia pasti sedang mendalami peran sebagai filsuf yang terasingkan!" Kami tidak punya pilihan! Semua pilihan kostum terasa salah.
Babak II: Ketika Jalanan Adalah Red Carpet
Melangkah keluar rumah adalah dimulainya pertunjukan. Kami tidak bisa hanya sekadar berjalan; kami harus catwalk. Kami tidak bisa hanya sekadar membeli kopi; kami harus menerima pandangan penuh kagum, bisikan samar, hingga permintaan selfie mendadak.
Insiden Lampu Merah: Aku pernah mengalami macet parah di persimpangan jalan. Aku yakin, penyebabnya bukan volume kendaraan, melainkan ketampananku. Lampu merah berganti hijau, tapi mobil di depanku tak bergerak. Setelah diselidiki, ternyata sang pengemudi sibuk mengagumi pantulanku di kaca spionnya. Aku bahkan sempat mendengar teriakan, "Tolong mundurkan mobilmu, aku belum selesai mengagumi garis rahangnya!" Kami harus meminta maaf pada petugas lalu lintas karena telah menyebabkan kemacetan "visual".
Kami ini seperti Matahari, indah, tapi kalau terlalu dekat, bisa merusak konsentrasi orang. Oleh karena itu, kacamata hitam bagi kami adalah perangkat keamanan wajib. Itu bukan fashion statement, tapi upaya kami untuk mengurangi "polusi visual" demi keselamatan umum.
Babak III: Repotnya Jadi Konsultan Tak Berbayar
Selain kerepotan fisik, ada beban psikologis yang kami tanggung. Kami selalu diharapkan menjadi versi diri kami yang paling sempurna, paling bijaksana, dan paling baik hati.
Setiap kali ada masalah, orang akan datang. "Mas, tampan... menurut kamu, saya harus memilih pekerjaan yang mana?" "Kak, yang tampan... outfit ini cocok tidak buat dinner?" Kami tiba-tiba menjadi konsultan fashion, psikolog, dan penasehat karir. Semuanya gratis, hanya karena wajah. Kami lelah, tapi kami tak bisa menolak, karena menolak sama saja dengan merusak citra panggung kami sebagai 'Pria Tampan yang Baik Hati'.
Bahkan saat berkencan, ceritanya selalu sama. Kami berusaha keras menunjukkan sisi intelektual dan humor kami, tapi yang didengar selalu, "Duh, kamu lucu banget... wajah kamu!" Ketampanan selalu mengalahkan IQ. Itu adalah ketidakadilan yang harus kami hadapi.
Epilog: Tirai yang Tak Mau Tertutup
Intinya, merepotkan! Kami, para pria tampan, butuh istirahat dari lampu sorot ketampanan ini. Kami merindukan hari di mana kami bisa keluar rumah tanpa harus merasa seperti sedang audisi untuk peran utama. Kami ingin membeli sabun cuci piring tanpa dikira sedang syuting iklan produk.
Hidupku ini adalah drama komedi yang tak pernah selesai, sebuah SOHOPLAY Ketampanan yang tirainya menolak untuk ditutup. Tolong, saat Anda melihat kami di supermarket, jangan tonton 'pertunjukan' kami. Biarkan kami berbelanja dengan damai, meskipun kami tahu, ketampanan kami akan tetap menjadi headline di lorong bahan makanan.
Kami akan terus berjuang demi keindahan dunia ini, meskipun itu berarti kami harus hidup dalam kerepotan yang abadi. Salam dari panggung yang tak pernah sepi!
Galeri
Koleksi momen menawan kami.
Langganan
Dapatkan pembaruan terbaru
